http://manziz.blogspot.com

inilah blogku....!!!!

Senin, 04 April 2011

nostalgia praktikum dikondang merak




LAPORAN MK. PENCEMARAN LAUT

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Menurut Wenten dan Adityawarman, (1999), Sebagian besar wilayah Republik Indonesia berupa perairan laut yang letaknya sangat strategis. Perairan laut Indonesia selain dimanfaatkan sebagai sarana perhubungan lokal maupun internasional, juga memiliki sumber daya laut yang sangat kaya dan penting antara lain sumber daya perikanan, terumbu karang, mangrove, bahan tambang, dan pada daerah pesisir dapat dimanfaatkan sebagai obyek wisata yang menarik. Laut juga mempunyai arti penting bagi kehidupan makhluk hidup seperti manusia, ikan, tumbuh-tumbuhan, dan biota laut lainya. Hal ini menunjukkan bahwa sektor kelautan mempunyai potensi yang sangat besar untuk dapat ikut mendorong pembangunan di masa kini maupun masa depan. Oleh karena itu, laut yang merupakan satu sumber daya alam, sangat perlu untuk dilindungi. Hal ini berarti pemanfaatannya harus dilakukan dengan bijaksana dengan memperhitungkan kepentingan generasi sekarang dan yang akan datang. Agar laut dapat bermanfaat secara berkelanjutan dengan tingkat mutu yang diinginkan, maka kegiatan pengendalian dan/atau perusakan laut menjadi sangat penting.Pengendalian pencemaran dan/atau perusakan ini merupakan salah satu bagian dari kegiatan pengelolaan lingkungan hidup.
Akhir-akhir ini pencemaran laut telah menjadi suatu masalah yang perlu ditangani secara sungguh-sungguh.Hal ini berkaitan dengan semakin meningkatnya kegiatan manusia dalam usaha memenuhi kebutuhan hidupnya.Di samping menghasilkan produk-produk yang diperlukan bagi kehidupannya, kegiatan manusia menghasilkan pula produk sisa (limbah) yang dapat menjadi bahan pencemar (polutan). Cepat atau lambat polutan itu sebagian akan sampai di laut. Hal ini perlu dicegah atau setidak-tidaknya dibatasi hingga sekecil mungkin.

Air laut adalah suatu komponen yang berinteraksi dengan lingkungan daratan, di mana buangan limbah dari daratan akan bermuara ke laut. Selain itu air laut juga sebagai tempat penerimaan polutan (bahan cemar) yang jatuh dari atmosfir.Limbah tersebut yang mengandung polutan kemudian masuk ke dalam ekosistem perairan pantai dan laut.Sebagian larut dalam air, sebagian tenggelam ke dasar dan terkonsentrasi ke sedimen, dan sebagian masuk ke dalam jaringan tubuh organisme laut (termasuk fitoplankton, ikan, udang, cumi-cumi, kerang, rumput laut dan lain-lain) (Fajar, 2007).

1.2 Tujuan

Tujuan dari praktikum pencemaran laut adalah agar mahasiswa dapat mengidentifikasi masalah-masalah pencemaran yang terjadi di pesisir dan laut, serta mampu menganalisis dari hasil pengamatan.

1.3 Lokasi

Praktikum Pencemaran Laut dilaksanakan pada hari Senin, tanggal 13 Desember 2010dari pukul 07.00 WIB sampai pukul 11.00 WIB di Sendang Biru, Kabupaten Malang

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Pencemaran Laut dan Pesisir

KerusakanLingkunganPesisir dan Laut Dewasa ini sumberdaya alam dan lingkungan telah menjadi barang langka akibat tingkat ekstraksi yang berlebihan over-exploitation dan kurang memperhatikan aspek keberlanjutan. Kendati ia secara ekonomi dapat meningkatkan nilai jual, namun di sisi lain juga bias menimbulkan ancaman kerugian ekologi yang jauh lebih besar, seperti hilangnya lahan, langkanya air bersih, banjir, longsor, dan sebagainya.
Kegagalan pengelolaan SDA dan lingkungan hidup ditengarai akibat adanya tiga kegagalan dasar dari komponen perangkat dan pelaku pengelolaan.Pertama akibat adanya kegagalan kebijakan (lag of policy) sebagai bagian dari kegagalan perangkat hukum yang tidak dapat menginternalisasi permasalahan lingkungan yang ada.Kegagalan kebijakan (lag of policy) terindikasi terjadi akibat adanya kesalahan justifikasi para policy maker dalam menentukan kebijakan dengan ragam pasal-pasal yang berkaitan erat dengan keberadaan SDA dan lingkungan.Artinya bahwa, kebijakan tersebut membuat ‘blunder’ sehingga lingkungan hanya menjadi variabel minor.Padahal, dunia internasional saat ini selalu mengaitkan segenap aktivitas ekonomi dengan isu lingkungan hidup, seperti green product, sanitary safety, dan sebagainya.Selain itu, proses penciptaan dan penentuan kebijakan yang berkenaan dengan lingkungan ini dilakukan dengan minim sekali melibatkan partisipasi masyarakat dan menjadikan masyarakat sebagai komponen utama sasaran yang harus dilindungi.Contoh menarik adalah kebijakan penambangan pasir laut.Di satu sisi, kebijakan tersebut dibuat untuk membantu menciptakan peluang investasi terlebih pasarnya sudah jelas. Namun di sisi lain telah menimbulkan dampak yang cukup signifikan dan sangat dirasakan langsung oleh nelayan dan pembudidaya ikan di sekitar kegiatan. Bahkan secara tidak langsung dapat dirasakan oleh masyarakat di daerah lain. Misalnya terjadi gerusan/abrasi pantai, karena karakteristik wilayah pesisir yang bersifat dinamis. (http://community.um.ac.id/showthread.php?98140-Kerusakan-Lingkungan-Pesisir-dan-Laut)

2.2 Jenis – jenis Bahan Pencemar
Salah satu jenis bahan pencemar adalah unsur-unsur renik (treace element). Istilah unsur-unsur renik merujuk kepada unsur-unsur yang terdapat pada konsentrasi yang sangat rendah dalam suatu sistem. Unsur renik adalah suatu unsur yang terjadi hanya pada konsentrasi beberapa bagian per-sejuta (part per milion= ppm) atau kurang (Lutfi, 2009).
Tabel :
SUMBER DAN EFEK DARI UNSUR-UNSUR RENIK DAN AIR
Unsur Sumber Efek/pengaruh Batas USPHS (mg/L)
Kadmium Buangan Industri, limbah pertambangan, ?pengelasan logam, pipa-pipa air. Menukar seng secara biokimia, tekanan darah tinggi, merusak ginjal-jaringan testibuler dan sel-sel darah merah, taksisitas terhadap biota akratik 0,01
Arsen Hasil samping pertambangan, bilangan kimia Toksin, kasimogenik
Berilium Batu bara, tenaga nuklir, dan industri ruang angkasa. Taksisitas akut dan kronis, kasimogenik Tidak diberikan
Boron Batu bara, detergen, limbah industri Toksin terhadap tanaman 1,0
Khrom Pengelasan logam, zat aditif pada neraca air sebagai Cr(IV) Unsur renik pokok, kasimogenik sebagai Cr(IV) 0,05
Tembaga Pengelasan logam, limbah industri dan domestik, penambangan, pencucian mineral. Unsur renik pokok, tidak terlalu toksin terhadap hewan, toksin terhadap tanaman dan ganggang dalam konsentrasi sedang. 1,0
Flour(ion florida) Sumber-sumber geologi alami, limbah industri, zat aditif pada air. Mencegah kerusakan gigi pada kira-kira 1 mg/L dan pembentukan karat gigi/kerusakan gigi pada sekitar 5 mg/L dalam air. 0,8 – 17 (tergantung suhu)
Yodium(ion iodium) Limbah industri, air laut, industri air laut. Mencegah gondok, nutrim pokok haemoglobin, tidak selalu toksin Tidak diberikan
Besi Karat logam, limbah industri, saluran tambang Merusak perabot kamar mandi pakaian. -
Mangan Pertambangan, limbah industri, saluran tambang atom, kerja mikroba terhadap mineral mangan pada pH rendah. Relatif tidak toksin terhadp hewan, toksin terhadap tanaman pada konsentrasi tinggi, perkaratan perabotan kamar mandi dan pakaian. 0,05
Merkuri Limbah industri, industri pestisida, batu bara Toksisitas akut dan kronik Tidak diberikan
Molibder Limbah industri, sumber alam Kemungkinan racun pada hewan, penting untuk tanaman Tidak diberikan
Selenium Sumber geologi alami, belerang, batu bara Penting pada konsentrasi rendah, toksin pada konsentrasi tinggi, kemungkinan kasimogenik. 0,01
Perak Sumber geologi alami, penambangan, las listrik, buangan prosesing film, disinfekai air. Menyebabkan kulit berwarna biru abu-abu, merusak membran mocous dan mata. 0,05
Seng Limbah industri, las logam, patri Unsur penting dalam banyak metalenzim, obat luka, toksin untuk tanaman pada konsentrasi yang lebih tinggi, komponen utama dari buangan”Sludge” pada tanah. 5,0

Sejumlah unsur logam berat merupakan logam yang paling berbahaya sebagai zat pencemar. Seperti timbal (Pb), Kadmium (Cd), Merkuri (Hg), kebanyakan dari logam-logam itu mempunyai afinitas sangat besar terhadap belerang. Logam-logam ini menyerang ikatan-ikatan belerang dalam ezim¬enzim sehingga enzim yang bersangkutan menjadi tidak berfungsi. Gugus¬gugus protein, asam karboksilat dan amino juga diserang oleh logam-logam berat. Ion-ion Cd, Cu, dan Hg(II) terikat pada sel-sel membran yang menyebabkan terhambatnya proses-proses transport melalui dinding sel. Logam-logam berat juga dapat mengendapkan fosfat-organik atau mengkatalisis penguraiannya (Lutfi, 2009).
Pencemar udara dibedakan menjadi dua yaitu, pencemar primer dan pencemar sekunder. Pencemar primer adalah substansi pencemar yang ditimbulkan langsung dari sumber pencemaran udara. Karbon monoksida adalah sebuah contoh dari pencemar primer karena ia merupakan hasil dari pembakaran. Pencemar sekunder adalah substansi pencemar yang terbentuk dari reaksi pencemar-pencemar primer di atmosfer. Pembentukan ozon dalam smog fotokimia adalah sebuah contoh dari pencemaran sekunder.
Belakangan ini pertumbuhan keprihatinan akan efek dari emisi polusi udara dalam konteks global dan hubungannya dengan [pemanasan global yg mempengaruhi;
Kegiatan manusia
1 Transportasi
2 Industri
3 Pembangkit listrik
4 Pembakaran (perapian, kompor, furnace,[insinerator]dengan berbagai jenis bahan bakar
5 Gas buang pabrik yang menghasilkan gas berbahaya seperti (CFC)
Sumber alami
1 Gunung berapi
2 Rawa-rawa
3 Kebakaran hutan
4 Nitrifikasi dan denitrifikasi biologi
Sumber-sumber lain
1 Transportasi amonia
2 Kebocoran tangki klor
3 Timbulan gas metana dari lahan uruk /tempat pembuangan akhirsampah
4 Uap pelarut organik
Menurut Putra (2009), jenis-jenis bahan pencemar meliputi:
- Karbon monoksida (CO)
- Nitrogen dioksida (N02)
- Sulfur Dioksida (S02)
- CFC
- Karbon dioksida (CO2)
- Ozon (03 )
- Benda Partikulat (PM)
- Timah (Pb)
- HydroCarbon (HC)
Menurut Lutfi (2008), pada dasarnya bahan pencemar air meliputi:
a. Sampah yang dalam proses penguraiannya memerlukan oksigen yaitu sampah yang mengandung senyawa organik, misalnya sampah industri makanan, sampah industri gula tebu, sampah rumah tangga (sisa-sisa makanan), kotoran manusia dan kotoran hewan, tumbuh¬tumbuhan dan hewan yang mati. Untuk proses penguraian sampah¬sampah tersebut memerlukan banyak oksigen, sehingga apabila sampah-sampah tersbut terdapat dalam air, maka perairan (sumber air) tersebut akan kekurangan oksigen, ikan-ikan dan organisme dalam air akan mati kekurangan oksigen. Selain itu proses penguraian sampah yang mengandung protein (hewani/nabati) akan menghasilkan gas H2S yang berbau busuk, sehingga air tidak layak untuk diminum atau untuk mandi.
C, H, S, N, + O2 - CO2 + H2O + H2S + NO + NO2

Senyawa organik
b. Bahan pencemar penyebab terjadinya penyakit, yaitu bahan pencemar yang mengandung virus dan bakteri misal bakteri coli yang dapat menyebabkan penyakit saluran pencernaan (disentri, kolera, diare, types) atau penyakit kulit. Bahan pencemar ini berasal dari limbah rumah tangga, limbah rumah sakit atau dari kotoran hewan/manusia.
c. Bahan pencemar senyawa anorganik/mineral misalnya logam-logam berat seperti merkuri (Hg), kadmium (Cd), Timah hitam (pb), tembaga (Cu), garam-garam anorganik. Bahan pencemar berupa logam-logam berat yang masuk ke dalam tubuh biasanya melalui makanan dan dapat tertimbun dalam organ-organ tubuh seperti ginjal, hati, limpa saluran pencernaan lainnya sehingga mengganggu fungsi organ tubuh tersebut.
d. Bahan pencemar organik yang tidak dapat diuraikan oleh mikroorganisme yaitu senyawa organik berasal dari pestisida, herbisida, polimer seperti plastik, deterjen, serat sintetis, limbah industri dan limbah minyak. Bahan pencemar ini tidak dapat dimusnahkan oleh mikroorganisme, sehingga akan menggunung dimana-mana dan dapat mengganggu kehidupan dan kesejahteraan makhluk hidup.
e. Bahan pencemar berupa makanan tumbuh-tumbuhan seperti senyawa nitrat, senyawa fosfat dapat menyebabkan tumbuhnya alga (ganggang) dengan pesat sehingga menutupi permukaan air. Selain itu akan mengganggu ekosistem air, mematikan ikan dan organisme dalam air, karena kadar oksigen dan sinar matahari berkurang. Hal ini disebabkan oksigen dan sinar matahari yang diperlukan organisme dalam air (kehidupan akuatik) terhalangi dan tidak dapat masuk ke dalam air.
f. Bahan pencemar berupa zat radioaktif, dapat menyebabkan penyakit kanker, merusak sel dan jaringan tubuh lainnya. Bahan pencemar ini berasal dari limbah PLTN dan dari percobaan-percobaan nuklir lainnya.
g. Bahan pencemar berupa endapan/sedimen seperti tanah dan lumpur akibat erosi pada tepi sungai atau partikulat-partikulat padat/lahar yang disemburkan oleh gunung berapi yang meletus, menyebabkan air menjadi keruh, masuknya sinar matahari berkurang, dan air kurang mampu mengasimilasi sampah.
h. Bahan pencemar berupa kondisi (misalnya panas), berasal dari limbah pembangkit tenaga listrik atau limbah industri yang menggunakan air sebagai pendingin. Bahan pencemar panas ini menyebabkan suhu air meningkat tidak sesuai untuk kehidupan akuatik (organisme, ikan dan tanaman dalam air). Tanaman, ikan dan organisme yang mati ini akan terurai menjadi senyawa-senyawa organik. Untuk proses penguraian senyawa organik ini memerlukan oksigen, sehingga terjadi penurunan kadar oksigen dalam air.
Menurut buku kementrian lingkungan hidup tahun 2010 bahan-bahan pencemar organik persisten adalah sejumlah bahan pencemar kimia beracun. Tanpa disadari, bahan-bahan itu kemungkinan berada disekitar kita. Sifatnya tidak mudah terurai (persisten) melalui proses kimia, fisika dan biologi, dan cenderung berakumulasi pada jaringan lemak manusia, hewan dan tumbuhan hingga bertahun-tahun. Bahan-bahan tersebut memang bukan produk alamiah, melainkan tercipta sebagai produk sampingan dan aktivitas industri, pertanian dan sebagainya. Selain itu, bahan-bahan ini mudah menyebar sehingga udara, air bersih tanah, pangan dan minuman bahkan tubuh manusia terkontaminasi.
Ada 12 bahan pencemar organik yang presisten yang disadari atau tidak akrab dengan kehidupan sehari-hari, yakni:
• Aldrin, berupa pestisida yang dipakai untuk membunuh rayap, belalang, cacing, serta hama serangga lainnya.
• Chlordane yakni pestisida yang dipakai secara luas untuk mengendalikan rayap dan serangga dengan spektrum luas terutama di bidang pertanian.
• DDT yakni pestisida yang paling terkenal karena banyak dipakai untuk melindungi masyarakat dan hewan penyebab penyakit malaria dan penyakit lainnya.
• Dieldrin, berupa pestisida yang dipakai untuk mengendalikan rayap dan hama tekstil. Tapi juga kerap dipakai untuk mengendalikan serangga penyebab penyakit dan untuk pertanian.
• Endrin, yakni pestisida untuk serangga yang disemprotkan pada dawn tanaman Werti kapas dan butir padi. Racun ini juga dipakai untuk membunuh tikus dan hewan pengerat lainnya.
• Heptachlor yakni pestisida yang dipakai untuk membunuh serangga tanah, rayap, serangga kapas, belalang, hama tanaman lainnya, nyamuk penyebab malaria.
• Mirex yakni pestisida membunuh serangga terutama jenis semut, rayap. Tapi juga dipakai untuk bahan pemadam api.
• Toxphene, atau disebut juga "Camphechlor" adalah pestisida yang dipakai untuk melindungi tanaman kapas, padi, buah, kacang dan sayuran dan serangan hama kutu dan tungau.
• HCB (Hexachlorbenzene), yakni bahan pembasmi jamur yang mempengaruhi makanan hasil pertanian. Bahan ini juga merupakan hasil samping dari produksi bahan kimia tertentu dan dari proses yang menghasilkan dioksin dan furans.
• PCB (Polychlorinated Biphenyl), dalam industri bahan ini dipakai sebagai penyangga panas seperti pada trafo, bahan tambahan pada cat, kertas carbon, penutup (sealants) dan plastic
• Dioxins yakni bahan kimia yang dihasilkan tanpa sengaja dalam pembakaran yang tidak sempurna dalam proses pembuatan pestisida atau bahan kimia lain seperti pada industri kertas, plastik, bubur kayu, bahan pemutih, Senyawa ini juga dihasilkan pula dari asap, mobil, tembakau, kayu, dan sebagainya.
• Furans, yakni bahan kimia yang dihasilkan tanpa sengaja dad proses yang sama dengan yang mengeluarkan fioksin. Bahan ini ditemukan dalam campuran PCB yang diperdagangkan.

2.3 Aktifitas Jenis Limbah
Berdasarkan karakteristiknya, limbah dapat digolongkan menjadi 4 macam, yaitu :
1. Limbah cair
2. Limbah padat
3. Limbah gas dan partikel
4. Limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun)
a. Limbah cair
Limbah cair adalah sisa dari suatu hasil usaha atau kegiatan yang berwujud cair (PP 82 thn 2001). Jenis-jenis limbah cair dapat digolongkan berdasarkan pada :
a.Sifat Fisika dan Sifat Agregat . Keasaman sebagai salah satu contoh sifatlimbah dapat diukur dengan menggunakan metoda Titrimetrik
b. Parameter Logam, contohnya Arsenik (As) dengan metoda SSA
c. Anorganik non Metalik contohnya Amonia (NH3-N) dengan metoda BiruIndofenol
d. Organik Agregat contohnya Biological Oxygen Demand (BOD)
e. Mikroorganisme contohnya E Coli dengan metoda MPN
f. Sifat Khusus contohnya Asam Borat (H3 BO3) dengan metoda Titrimetrik
g. Air Laut contohnya Tembaga (Cu) dengan metoda SPR-IDA-SSA
1.2 Limbah padat
Limbah padat berasal dari kegiatan industri dan domestik. Limbah domestik pada umumnya berbentuk limbah padat rumah tangga, limbah padat kegiatan perdagangan, perkantoran, peternakan, pertanian serta dari tempat-tempat umum. Jenis-jenis limbah padat: kertas, kayu, kain, karet/kulit tiruan, plastik, metal, gelas/kaca, organik, bakteri, kulit telur, dll
1.4 Limbah gas dan partikel
Polusi udara adalah tercemarnya udara oleh berberapa partikulat zat (limbah) yang mengandung partikel (asap dan jelaga), hidrokarbon, sulfur dioksida, nitrogen oksida, ozon (asap kabut fotokimiawi), karbon monoksida dan timah.

1.5 Limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun)
Suatu limbah digolongkan sebagai limbah B3 bila mengandung bahan berbahaya atau beracun yang sifat dan konsentrasinya, baik langsung maupun tidak langsung, dapat merusak atau mencemarkan lingkungan hidup atau membahayakan kesehatan manusia.Yang termasuk limbah B3 antara lain adalah bahan baku yang berbahaya dan beracun yang tidak digunakan lagi karena rusak, sisa kemasan, tumpahan, sisa proses, dan oli bekas kapal yang memerlukan penanganan dan pengolahan khusus. Bahan-bahan ini termasuk limbah B3 bila memiliki salah satu atau lebih karakteristik berikut: mudah meledak, mudah terbakar, bersifat reaktif, beracun, menyebabkan infeksi, bersifat korosif, dan lain-lain, yang bila diuji dengan toksikologi dapat diketahui termasuk limbah B3.
Berdasarkan sumbernya, limbah B3 dapat diklasifikasikan menjadi:
• Primary sludge, yaitu limbah yang berasal dari tangki sedimentasi pada pemisahan awal dan banyak mengandung biomassa senyawa organik yang stabil dan mudah menguap
• Chemical sludge, yaitu limbah yang dihasilkan dari proses koagulasi dan flokulasi
• Excess activated sludge, yaitu limbah yang berasal dari proses pengolahan dengn lumpur aktif sehingga banyak mengandung padatan organik berupa lumpur dari hasil proses tersebut
• Digested sludge, yaitu limbah yang berasal dari pengolahan biologi dengan digested aerobic maupun anaerobic di mana padatan/lumpur yang dihasilkan cukup stabil dan banyak mengandung padatan organik.

Macam Limbah Beracun
• Limbah mudah meledak adalah limbah yang melalui reaksi kimia dapat menghasilkan gas dengan suhu dan tekanan tinggi yang dengan cepat dapat merusak lingkungan.
• Limbah mudah terbakar adalah limbah yang bila berdekatan dengan api, percikan api, gesekan atau sumber nyala lain akan mudah menyala atau terbakar dan bila telah menyala akan terus terbakar hebat dalam waktu lama.
• Limbah reaktif adalah limbah yang menyebabkan kebakaran karena melepaskan atau menerima oksigen atau limbah organik peroksida yang tidak stabil dalam suhu tinggi.
• Limbah beracun adalah limbah yang mengandung racun yang berbahaya bagi manusia dan lingkungan. Limbah B3 dapat menimbulkan kematian atau sakit bila masuk ke dalam tubuh melalui pernapasan, kulit atau mulut.
• Limbah yang menyebabkan infeksi adalah limbah laboratorium yang terinfeksi penyakit atau limbah yang mengandung kuman penyakit, seperti bagian tubuh manusia yang diamputasi dan cairan tubuh manusia yang terkena infeksi.
• Limbah yang bersifat korosif adalah limbah yang menyebabkan iritasi pada kulit atau mengkorosikan baja, yaitu memiliki pH sama atau kurang dari 2,0 untuk limbah yang bersifat asam dan lebih besar dari 12,5 untuk yang bersifat basa.
Sesuai dengan kriteria yang tercantum dalam peraturan pemerintah No.18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, limbah B3 terbagi atas dua macam yaitu yang spesifik dan yang tidak spesifik.
Perbedaan pokok antara limbah B3 spesifik dan tidak spesifik terletak pada cara penggolongannya. Pada limbah spesifik digolongkan kedalam jenis industri, sumber pencemaran, asal limbah, dan pencemaran utama sedangkan pada limbah tidak spesifik penggolongannya atas dasar kategori dan bahan pencemar.

2.4 Pengelolaan Pencemaran Laut dan Pesisir
Pada dasarnya Pengelolaan Pencemaran Laut dan Pesisir di Indonesia sudah diatur oleh Pemerintah melalui Undang – Undang, untuk lebih jelasnya Undang – undang pengolahan Pencemaran Laut dan Pesisir kami lampirkan (Lampiran 1)
2.4.1 Konsep Pengelolaan
Pengelolaan sumberdaya pesisir secara terpadu menghendaki adanya keberlanjutan (sustainability) dalam pemanfaatan sumberdaya pesisir. Sebagai kawasan yang dimanfaatkan untuk berbagai sektor pembangunan, wilayah pesisir memiliki kompleksitas isu, permasalahan, peluang dan tantangan.
Terdapat beberapa dasar hukum pengelolaan wilayah pesisir yaitu:
1) UU No. 5 tahun 1990, tentang Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistemnya.
2) UU No. 24 tahun 1992, tentang Penataan Ruang.
3) UU No. 23 tahun 1997, tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
4) UU No. 22 tahun 1999, tentang Pemerintahan Daerah.
5) PP No. 69 tahun 1996, tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban, Serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat Dalam Penataan Ruang.
6) Keputusan Presiden RI No. 32 tahun 1990, tentang Pengelolaan Kawasan Lindung.
7) Permendagri No. 8 tahun 1998, tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang di Daerah.
8) Berbagai Peraturan Daerah yang relevan.
Pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut yang tidak memenuhi kaidah-kaidah pembangunan yang berkelanjutan secara signifikan mempengaruhi ekosistemnya. Kegiatan pembangunan yang ada di kawasan ini akan dapat mempengaruhi produktivitas sumberdaya akibat proses produksi dan residu, dimana pemanfaatan yang berbeda dari sumberdaya pesisir kerap menimbulkan konflik yang dapat berdampak timbal balik.
Oleh karena itu pemanfaatan sumberdaya pesisir untuk tujuan pembangunan nasional akan dapat berhasil jika dikelola secara terpadu (Integrated Coastal Zone Management, ICZM). Pengalaman membuktikan bahwa pengelolaan atau pemanfaatan kawasan pesisir secara sektoral tidaklah efektif (Dahuri et. al 1996; Brown 1997; Cicin-Sain and Knecht 1998; Kay and Alder 1999).
Pengelolaan sumberdaya pesisir secara terpadu adalah suatu proses iteratif dan evolusioner untuk mewujudkan pembangunan kawasan pesisir secara optimal dan berkelanjutan. Tujuan akhir dari ICZM bukan hanya untuk mengejar pertumbuhan ekonomi (economic growth) jangka pendek, melainkan juga menjamin pertumbuhan ekonomi yang dapat dinikmati secara adil dan proporsional oleh segenap pihak yang terlibat (stakeholders), dan memelihara daya dukung serta kualitas lingkungan pesisir, sehingga pembangunan dapat berlangsung secara lestari. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut maka unsur esensial dari ICZM adalah keterpaduan (integration) dan koordinasi.
Setiap kebijakan dan strategi dalam pemanfaatan sumberdaya pesisir harus berdasarkan kepada : (1) pemahaman yang baik tentang proses-proses alamiah (eko-hidrologis) yang berlangsung di kawasan pesisir yang sedang dikelola; (2) kondisi ekonomi, sosial, budaya dan politik masyarakat; dan (3) kebutuhan saat ini dan yang akan datang terhadap barang dan (produk) dan jasa lingkungan pesisir.
Di dalam proses pengelolaan dilakukan identifikasi dan analisis mengenai berbagai isu pengelolaan atau pemanfaatan yang ada maupun yang diperkirakan akan muncul dan kemudian menyusun serta melaksanakan kebijakan dan program aksi untuk mengatasi isu yang berkembang. Proses pengelolaan kawasan pesisir secara terpadu dan berkelanjutan ini paling kurang memiliki empat tahapan utama : (1) penataan dan perencanaan, (2) formulasi, (3) implementasi, dan (4) evaluasi (Cicin-Sain and Knecht 1998). Pada tahap perencanaan dilakukan pengumpulan dan analisis data guna mengidentifikasi kendala dan permasalahan, potensi dan peluang pembangunan dan tantangan. Atas dasar ini, kemudian ditetapkan tujuan dan target pengelolaan atau pemanfaatan dan kebijakan serta strategi dan pemilihan struktur implementasi untuk mencapai tujuan tersebut.
Oleh karena tujuan ICZM adalah mewujudkan pembangunan kawasan pesisir secara berkelanjutan maka keterpaduan dalam perencanaan dan pengelolaan kawasan pesisir dan laut mencakup empat aspek, yaitu : (a) keterpaduan wilayah/ekologis; (b) keterpaduan sektor; (c) keterpaduan disiplin ilmu; dan (d) keterpaduan stakeholder.
Dengan kata lain, penetapan komposisi dan laju/tingkat kegiatan pembangunan pesisir yang optimal akan menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang dapat dirasakan oleh segenap stakeholders secara adil dan berkelanjutan. Pengelolaan wilayah pesisir dan lautan secara terpadu pada dasarnya merupakan suatu proses yang bersifat siklikal.
Dengan demikian terlihat bahwa pendekatan keterpaduan pengelolaan/pemanfaatan kawasan pesisir dan laut menjadi sangat penting, sehingga diharapkan dapat terwujud one plan dan one management serta tercapai pembangunan yang berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.Secara skematik kerangka konsep studi disajikan pada Gambar.


2.4.2 Strategi Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Secara Terpadu
dan Berkelanjutan
A. Strategi Pengelolaan Terpadu
Wilayah pesisir dan laut merupakan tatanan ekosistem yang memiliki hubungan sangat erat dengan daerah lahan atas (upland) baik melalui aliran air sungai, air permukaan (run off) maupun air tanah (ground water), dan dengan aktivitas manusia.
Keterkaitan tersebut menyebabkan terbentuknya kompleksitas dan kerentanan di wilayah pesisir.Secara konseptual, hubungan tersebut dapat digambarkan dalam keterkaitan antara lingkungan darat (bumi), lingkungan laut, dan aktivitas manusia, seperti disajikan pada Gambar.

Pengelolaan wilayah pesisir terpadu dinyatakan sebagai proses pemanfaatan sumberdaya pesisir dan lautan serta ruang dengan mengindahkan aspek konservasi dan keberlanjutannya. Adapun konteks keterpaduan meliputi dimensi sektor, ekologis, hirarki pemerintahan, antar bangsa/negara, dan disiplin ilmu (Cicin-Sain and Knecht, 1998; Kay and Alisir sekurander, 1999).
Pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu penting dilakukan mengingat banyaknya kegiatan – kegiatan yang dapat diimplementasikan, sehingga perlu dirumuskan suatu konsep penataan ruang (trategic plan) serta berbagai pilihan objek pembangunan yang serasi. Dalam konteks ini maka keterpaduan pengelolaan wilayah sekurangnya mengandung 3 dimensi : sektoral, bidang ilmu dan keterkaitan ekologis.
Keterpaduan secara sektoral di wilayah pesisir berarti diperlukan adanya suatu kooordinasi tugas, wewenang, dan tanggung jawab antar sektor atau instansi (horizontal integration); dan antar tingkat pemerintahan dari mulai tingkat desa, kecamatan, kabupaten, propinsi sampai pemerintah pusat (vertical integration). Sedangkan keterpaduan sudut pandang keilmuan mensyaratkan bahwa dalam pengelolaan wilayah pesisir hendaknya dilaksanakan atas dasar interdisiplin ilmu (interdisciplinary approaches), yang melibatkan bidang ilmu ekonomi, ekologi, teknik, sosiologi, hukum, dan lainnya yang relevan. Hal ini wajar dilakukan mengingat wilayah pesisir pada dasarnya terdiri dari sistem sosial dan sistem alam yang terjalin secara kompleks dan dinamis.
Wilayah pesisir yang tersusun dari berbagai macam ekosistem itu satu sama lain saling terkait dan tidak berdiri sendiri. Perubahan atau kerusakan yang menimpa suatu ekosistem akan menimpa pula ekosistem lainnya. Selain itu wilayah pesisir , juga dipengaruhi oleh kegiatan manusia maupun proses – proses alamiah yang terdapat di kawasan sekitarnya dan lahan atas (upland areas) maupun laut lepas (oceans). Kondisi empiris di wilayah pesisir ini mensyaratkan bahwa pengelolaan wilayah pesisir dan lautan secara terpadu harus memperhatikan segenap keterkaitan ekologis (ecological linkages) yang dapat mempengaruhi suatu wilayah pesisir. Nuansa keterpaduan tersebut perlu diterapkan sejak tahap perencanaan sampai evaluasi mengingat bahwa suatu pengelolaan terdiri dari 3 tahap utama, yaitu perencanaan, implementasi dan monitoring / evaluasi.
B. Strategi Pengelolaan Berkelanjutan
Dari batasan di atas jelas bahwa pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu menghendaki adanya kesamaan visi antar stakeholders. Menyadari artipenting visi pengelolaan itu, maka perlu dipelopori perumusan visi bersama seperti terwujudnya pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan yang didukung oleh peningkatan kualitas sumberdaya manusia, penataan dan penegakan hukum, serta penataan ruang untuk terwujudnya peningkatan kesejahteraan rakyat.
Mengacu pada visi tersebut, maka strategi pengelolaan wilayah pesisir terpadu dan berkelanjutan harus memperhatikan aspek sumberdaya manusia, hukum, tata ruang, dan kesejahteraan bersama.
Strategi pengelolaan wilayah pesisirakan difokuskanuntuk menangani isu utama yaitu konflik pemanfaatan ruang wilayah pesisir, yang secara simultan juga berkaitan dengan penanganan isu yang lain. Pemikiran dasar dalam perumusan strategi pengelolaan ini meliputi keberlanjutan (sustainability), perlindungan dan pelestarian, pengembangan, pemerataan, dan komunikasi. Dari pemikiran ini, dirumuskan strategi pengelolaan yang mengakomodasi nilai-nilai, isu-isu, dan visi pengelolaan (Gambar).
Penggambaran utuh mengenai alur perumusan strategi pengelolaan disajikan pada Gambar yang menunjukkan bahwa strategi pengelolaan memiliki keterkaitan ke belakang dan ke depan. Pada level operasional, strategi diterjemahkan dalam bentuk program aksi yang pada gilirannya berfungsi sebagai umpan balik dalam menilai keberhasilan pengelolaan pesisir terpadu serta perbaikan di masa datang.Umpan balik tersebut sangat penting sebagai penyedia kemampuan learning process. Oleh karena itu, strategi pengelolaan wilayah pesisir dirumu skan bersifat siklikal.
Strategi pengelolaan pesisir yang difokuskan untuk menangani isu konflik pemanfaatan ruang adalah sebagai berikut.
1) Identifikasi pengguna ruang dan kebutuhannya.
2) Penyusunan rencana tata ruang pesisir.
3) Penetapan sempadan pantai dan penanaman mangrove.
4) Pengendalian reklamasi pantai.
5) Pengetatan baku mutu limbah dan manajemen persampahan.
6) Penataan permukiman kumuh.
7) Perbaikan sistem drainase.
8) Penegakan hukum secara konsisten.

Tujuan pengelolaan adalah mengatasi konflik pemanfaatan ruang wilayah pesisir, sehingga terwujudnya pembangunan yang berkelanjutan. Adapun target pengelolaan adalah teratasinya permasalahan turunan dari konflik pemanfaatan ruang, melalui partisipasi masyarakat, dunia usaha, dan pemerintah secara terpadu, yang didukung penegakan hukum secara konsisten, yaitu:
1) Tersusun dan dipatuhinya tata ruang wilayah pesisir ,
2) Terkendalinya reklamasi pantai,
3) Terkendalinya pencemaran perairan,
4) Tertatanya permukiman kumuh,
5) Kembalinya sempadan pantai dan rehabilitasi mangrove, dan
6) Terkendalinya masalah banjir.
7) Terkendalinya masalah abrasi
8) Terkendalinya sedimentasi
Salah satu faktor penyubur terjadinya konflik serta mempercepat kerusakan sumberdaya pesisir adalah lemahnya koordinasi antar lembaga terkait. Untuk mengatasi kondisi tersebut harus dilakukan peningkatan koordinasi kelembagaan yang melibatkan dinas/instansi daerah seperti Bappeda, Perikanan dan Kelautan, Pariwisata, Industri dan Perdagangan, Perhubungan dan kepelabuhan, BPN, dan lain-lain. Upaya yang harus dilakukan adalah menghilangkan ego sektor dengan penegasan kembali fungsi dan kewenangan masing-masing dinas/instansi terkait, serta harus ada selalu diadakan rapat-rapat koordinasi untuk membicarakan berbagai hal yang menyangkut pengelolaan wilayah pesisir itu sendiri.
Di samping kelembagaan pemerintah, peran kelembagaan legislatif, masyarakat/LSM, serta dunia usaha adalah penting dan harus terlibat dalam pengelolaan, utamanya pada tataran perencanaan dan monitoring/evaluasi.Dengan demikian akan tercipta suatu pengelolaan terpadu yang melibatkan pemerintah, masyarakat dan dunia usaha yang menuju ke arah pembangunan berkelanjutan

BAB 3
METODOLOGI
3.1 Alat dan bahan
3.1.1 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum pencemaran laut antara lain :
• GPS : Untuk menentukan titik koordinat lokasi
pengamatan
• Botol plastik : Untuk mengambil sample air laut
• Kamera digital : Untuk mengambil gambar ( foto ) alat
dokumentasi
3.1.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum pencemaran laut adalah :
• Sampel air laut : Untuk mengetahui sedimen yang ada di laut.
• Kantong Plastik : Untuk menampung limbah yang terkumpul /
sebagai tempat sampah sementara atau tempat
sampel limbah pencemaran.
3.2 Skema Kerja
Ditentukan titik koordinat lokasi pengamatan pencemaran dengan menggunakan GPS

Diamati limbah yang ada pada titik lokasi

Dibedakan limbah berdasarkan jenis dan sumber pencemaran

Dideskripsikan dan diambil foto lokasi pencemaran

hasil

BAB 4
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Tabel kualitas air dilokasi praktikum

Lokasi : pelabuhan lama sendang biru
Koordinat : 49L 0685178 UTM 9067193
No Kandungan Unit
1 amoniak 1,66
2 nitrat 0,777
3 fosfat 0,316
4 DO 6,073

Perhitungan :
1 .nitrat
Y = 0, 4747x - 0,0073
0, 076 = 0,4747x - 0, 0073
0,0833 = 0,4747 x
X = 0,0833
0,4747
X = 0,1754 mg/L
3. fosfat
F = 0,9127x – 0,0074
0,0074 + 0,218 = 0,9127
0,2884 = 0,9127x
X = 0,2884
0,9127
X = 0,316 mg/L


Perbandingan Hasil dengan Literatur :
1. Amoniak.
Amoniak adalah gas iritan dengan karakteristik bau yang sangat menyengat, digunakan secara luas di industri termasuk industri pupuk. Gas amoniak mempunyai nilai ambang batas 25 ppm, tidak berwarna, iritan dan sangat larut dalam air. Beberapa penelitian menyatakan bahwa karyawan yang menghirup gas amoniak jangka pendek maupun jangka panjang dapat menimbulkan gangguan faal paru (adln.lib, 2009).
Amonia umumnya bersifat basa (pKb=4.75), namun dapat juga bertindak sebagai asam yang amat lemah (pKa=9.25) (Wikipedia, 2009).
2. Nitrat
Dari hasil pengukuran nitrat perairan sendang biru yang dilakukan pengukuran terlebih dahulu di labratorium, diperoleh data kandungan nitrat suatu perairan sebesar 0,1754 mg/L. Dari hasil tersebut periran tersebut merupakan perairan oligotropik. Hal ini dibuktikan oleh pernyataan Effendi,2003 yang menyatakan Nitrat dapat digunakan untuk mengelompokan tingkat kesuburan perairan oligotropik memiliki kadar nitrogen antar 0-1 mg/L, perairan mesotropik memiliki kadar nitrat 1-5 mg/L dan perairan eutropik memiliki kadar nitrat yang berkisar antara 5-50 mg/L.
3. Fosfat.
Dari hasil pengukuran fosfat pada perairan segara Anakan yang
dilakukan pengukuran terlebih dahulu di laboratorium, diperoleh data kandungan fosfat suatu perairan sebesar 0,316 mg/L. Dilihat dari kadar fosfat yang diamati bahwa perairan tersebut bersifat eutrofik, hal ini di nyatakan oleh Arfiati (2001), perairan dengan kadar ortofosfat kurang dari 0,001 mg/L merupakan perairan oligotrofik, 0,01 – 0,05 mg/L merupakan perairan mesotrofik, Dan lebih dari 0,1 mg/L termasuk perairan yang eutrofik.

4. Oksigen Terlarut ( Dissolved Oxygen / DO ).
Dari hasil pengukuran oksigen terlarut (DO) pada perairan sendang biru diperoleh data DO sebesar 6,073 mg/L.
Hasil perhitungan DO tersebut menunjukkan tingkat kesuburan yang cuku baikdi suatu wilayah perairan laut tersebut, hal ini diperkuat oleh pernyataan Akbar, 2001 yang menyatakan kandungan oksigen terlarut dalam budidaya perikanan adalah 5 – 8 mg/l.


BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan

- Pencemaran adalah proses masuknya atau dimasukkannya bahan pencemar kedalam suatu lingkungan atau ekosistem
- Pencemaran lingkungan dapat digolongkan menjadi pencemaran darat, air, dan udara
- Jenis – jenis Bahan Pencemaradalah unsur-unsur renik (treace element). Istilah unsur-unsur renik merujuk kepada unsur-unsur yang terdapat pada konsentrasi yang sangat rendah dalam suatu sistem. Unsur renik adalah suatu unsur yang terjadi hanya pada konsentrasi beberapa bagian per-sejuta (part per milion= ppm) atau kurang
- Berdasarkan karakteristiknya, limbah dapat digolongkan menjadi 4 macam, yaitu :
Limbah cair
Limbah padat
Limbah gas dan partikel
Limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun)